Romansa muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah di Surakarta sulit dilupakan. Kenangan indah penuh suka itu tak terlukiskan. Banyak pelajaran yang dapat kami petik. Kami bisa bersilaturahim dengan saudara Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dari seluruh penjuru wilayah Indonesia. Belajar indahnya toleransi, melatih sabar dan menguji solidaritas.
Sejak awal keberangkatan, kami sudah berlatih sabar. Betapa tidak, jadwal keberangkatan sebenarnya pukul 21.00 WIB, namun kami harus menunggu rombongan lain hingga sekitar pukul 22.30 WIB baru bisa berangkat.
Kami berangkat bersama dengan rombongan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel. Deretan bus sudah berjajar sepanjang Jl Pucang Anom. Ada sekitar 15 armada siap berangkat menuju Surakarta, Jumat malam (18/11/2022).Rombongan dari SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya (Mudipat) sendiri berjumlah 142 orang yang terbagi dalam 3 bus. Ada yang berangkat bersama keluarga, ada yang berangkat sendirian.
Semua bersuka cita dalam rangka ikut menyukseskan gelaran Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah.Sampai di Solo sekitar pukul 03.30 WIB, setelah sebelumnya istirahat di rest area Ngawi, pukul 01.00 WIB. Kesabaran kembali diuji manakala di toilet harus rela antri sekitar 30 menit.
Setelah sampai di area Stadion Manahan, rombongan langsung berbaur dengan semua penggembira dari berbagai daerah dari seluruh penjuru Indonesia.Namun sebelum masuk ke stadion, rombongan mencari masjid untuk melaksanakan shalat shubuh. Masjid sekitar stadion sudah nampak sangat ramai, untuk berwudhu saja harus mengantri beberapa lama.
Kami harus bersabar lagi. Beruntung kami bisa mampir ke sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN). Disitu memang sengaja dibuka, untuk transit para penggembira muktamar. Sehingga kami bisa shalat dan rehat sejenak di tempat tersebut. Terlebih, di tiap ruang kelas memang sudah dipasang karpet. Hal ini membuat para penggembira semakin nyaman.
Sambil menunggu gerimis reda, banyak yang memilih merebahkan diri sejenak. Kami pun berbincang-bincang dengan mereka sejenak, ada yang dari Blora, Sukabumi, dan Garut. Sekitar pukul 05.00 WIB, kami bergegas menuju stadion Manahan, tempat berlangsungnya pembukaan muktamar.
Ternyata di tengah jalan kami memilih untuk melihat-lihat para penjual pernak-pernik muktamar yang berada di sepanjang jalan menuju stadion. Ada yang menjual kaos, bros, bulpen, tas dan masih banyak lagi termasuk aneka makanan dan minuman yang menggoda.
Setelah puas berkeliling, kami pun berniat masuk ke stadion. Kerumunan masa pun tak terhindarkan, sehingga kami pun tidak jadi masuk dan melipir masuk ke sekolah yang ada di sebrang stadion. Sempat ragu saat membaca nama sekolah tersebut, sebab dari namanya jelas bukan sekolah Islam.
Namun terlihat seorang Kokam mempersilahkan kami masuk. “Monggo silahkan Bu,” ucapnya dengan ramah. “Pak, apa boleh kita ikut masuk disini?” Tanya Ustadzah Wiwik. “Boleh Bu, memang sekolah ini dibuka untuk penggembira muktamar,” jawabnya.
Dan benar saja, disitu pun sudah banyak penggembira muktamar yang sedang istirahat di selasar sekolah tersebut. Kami pun ikut menggelar tikar yang barusan kami beli dan ikut beristirahat disitu. Indahnya toleransi….
Tak lama setelah itu, sekitar pukul 06.45 WIB handphone kami hilang sinyal. Tak pernah menduga dalam situasi begini paket data habis. Padahal seingat kami belum lama diisi. Kami pun coba sms biasa menggunakan pulsa biasa tetap tidak bisa. Panik, tentu saja.Namun menit berikutnya, satu per satu handphone rombongan kami kami pun tidak bersinyal. Kami tidak berani kemana-mana.
Maka, saat hendak kemana, kami harus bersama-sama agar tidak hilang. Beruntung juga PCM Ngagel menyiapkan slayer warna orange, sebagai ciri rombongan Muhammadiyah Ngagel. Saat melihat orang memakai slayer orange dari kejauhan, rasanya senang sekali.
Kami beruntung bisa mengikuti momen luar biasa ini. Muktamar pun berakhir dengan aman, bersih, damai, dan indah. Semoga Muhammadiyah selalu menyinari negeri, memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta. (Muhimmatul Azizah)