Tuesday, March 18, 2025
spot_imgspot_img
HomeMUDIPAT TODAYKeren! Warcil Icha Wawancarai Profesor Jepang, Ini yang Dibahas

Keren! Warcil Icha Wawancarai Profesor Jepang, Ini yang Dibahas

MUDIPAT.CO – Prof Manabu Sato, dosen Tokyo University of Japan hadir di tengah ratusan guru dan kepala sekolah Muhammadiyah se-Jawa Timur. Dalam Workshop Inquiry with Collaboration in School as Learning Community ini, Prof Manabu asal Jepang itu menjadi pemateri pada Ahad (10/9/2023) di hal Mas Mansyur PWM Jatim.

Warcil atau wartawan cilik Alisha Putri Oktafaizah siswi kelas 5B SD Muhammadiyah 4 (Mudipat) Pucang Surabaya mendapat kesempatan emas untuk mewawancara Prof Manabu. Icha, panggilan akrab Alisha, berbicara dengan pengantar bahasa Jepang.

Ia menanyakan bagaimana pendidikan di Jepang. Prof Manabu menjawab bahwa pendidikan di sana hampir sama dengan Indonesia.Icha pun bertanya, “Lalu apa yang membedakan dengan pendidikqlan negara lain?”

Guru besar tersebut menjawab, “Pendidikan di Jepang sangat mementingkan semua pihak. Maka anak-anak semua baik pada orang lain. Guru pun baik pada anak-anak didiknya.”

Selanjutnya siswa kelas V-B Mudipat ini pun bertanya tentang pentingnya ujian masuk sekolah di Jepang. “Tes ujian masuk sangat penting. Namun SD, SMP, SMA tidak ada ujian masuk. Barulah setelah SMA, kalau mau masuk Universitas ada tes ujian masuknya,” jelasnya.

Terakhir, Icha meminta pesan Prof Manabu untuk anak Indonesia. “Hati anak Indonesia sangat tulus dan jujur. Saya berharap kalian bisa tetap belajar menjadi seperti itu,” ucapnya sembari tersenyum.

MENYIAPKAN OTAK SISWA UNTUK KEMAJUAN

Prof Manabu pada kegiatan yang diadakan Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, PNF dan Forum Guru Muhammadiyah (FGM) Jawa Timur itu memulai pembahasannya tentang pandemi yang membuat anak-anak mengalami learning loss.

“Pendidikan yang harusnya bisa dicapai 100% hanya bisa sampai 30% karena penutupan sekolah,” ucapnya.Fenomena fake learning pun terjadi. Mereka datang ke sekolah tapi tidak dapat pelajaran. Mereka tampak tekun menulis. Tapi mereka tidak belajar dan mengambil manfaat dari situ.

Ia pun berbicara tentang Indonesia. Dari hasil analisis world bank. Nilai tes Pisa Achivement anak Indonesia turun 16 poin dari sebelum pandemi.70-75 siswa drop out dari keluarga yg mengalami masalah ekonomi. Anak perempuan pun banyak menjadi korban pernikahan dini.

Dari kondisi ini harus memikirkan tiap individu anak mendapat haknya untuk belajar.Prof Manabu pun menjelaskan perbedaan revolusi industri 4.0 dan sebelumnya. Kalau sebelumnya, pekerjaan yang dilakukan oleh orang dengan pendidikan rendah, akhirnya digantikan oleh mesin.

Namun revolusi kali ini, tenaga kerja yg pakai otak pun akan digantikan mesin. “Makna yang bisa diambil adalah kita harus menyiapkan otak mereka untuk mengikuti zamannya,” pesan guru besar sekaligus peneliti pendidikan ini. Maka komunitas belajar (SLC) bisa jadi salah satu upayanya.

Komunitas belajar di Jepang atau yang disebut School at Learning Community (SLC) ini bukan metode tapi sebuah misi. Yang disebut sebagai SLC misinya adalah anak, guru, dan wali murid bisa saling belajar. Ini yang disebut komunitas belajar. Untuk bisa mewujudkan komunitas belajar sebagai misi, ada 3 yang harus diterapkan. Yakni filosofi pendidikan publik, filosofi demokratis, filosofi hak mendapatkan pendidikan lebih tinggi. (Erfin)

RELATED ARTICLES

Most Popular