MUDIPAT.CO – Selasa pagi (16/10/2018) menjadi hari yang spesial bagi 14 perwakilan kelas VI SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya (Mudipat). Sebab di pagi itu, Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya HM Arif ‘An SH mengajak bocah-bocah Mudipat ini untuk menelusuri dua monumen bersejarah bagi Indonesia dan Jawa Timur yang berada di wilayah Kota Surabaya.
Yaitu Monumen Gubernur Suryo yang terletak di Kompleks Taman Apsari di Jalan Gubernur Suryo di depan Gedung Negara Grahadi, Embong Kaliasin dan Monumen Bambu Runcing di jalan Panglima Sudirman.
Dengan pakaian khas Cak Suroboyo, Arif ‘An bersemangat mengajak arek-arek Mudipat untuk tidak melupakan sejarah yang menjadikan Indonesia benar-benar lepas dari belenggu penjajah.
Selain itu, Ketua Karang Taruna Kota Surabaya itu menyemangati para siswa untuk terus mencintai Kota Surabaya dengan terus menjaga warisan budaya. Arif ‘An menggunakan beskap (jas tutup), belangkon, jarik, dan kuku macan sebagai hiasan di saku jas.
Sesungguhnya ia ingin menunjukkan betapa arek Suroboyo melambangkan lima buah kancing warna emas di jas cak Suroboyo itu, yang melambangkan kesucian hati dan memegang teguh rukun Islam yang lima. Di samping itu, busana khas Suroboyoan ini merupakan salah satu lambang dari keluwesan dan keramahan orang jawa.
“Muhammadiyah ingin menghadirkan Islam sesuai tuntunan Rasululloh, Islam yang mengedepannya nilai-nilai kemakmuran, keadilan, dan membuat masayarakat sejahtera. Maka kemudian jika ada yang mengatakan Islam itu teroris, intoleran, itu salah. Makanya Muhammadiyah mengajak umat, mari menjadi Islam yang berkemajuan,” kata pria asli Suroboyo itu sambil tersenyum menyelipkan nilai Muhammadiyah di sela menceritakan tentang monumen Gubernur Suryo.
Selanjutnya Arif ‘An menceritakan panjang lebar tentang Monumen Gubernur Suryo kepada siswa Mudipat. Dijelaskan Monumen Gubernur Suryo merupakan monumen penghormatan yang ditujukan untuk Gubernur pertama Jawa Timur itu.
“Beliau (Gubernur Suryo) sangat berjasa bagi provinsi ini, kasihan beliau terbunuh saat peristiwa pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948,” sesal Arif.
Puas belajar di monumen Gubernur Suryo perjalan kemudain dilanjutkan ke Monumen Bambu Runcing. Di lokasi tersebut, Politisi PAN itu menjelaskan bahwa bambu runcing merupakan senjata tradisional yang digunakan tentara Indonesia dalam pertempuran melawan kolonialisme Belanda.
“Dulu arek-arek Suroboyo dengan semangat ‘Allahu Akbar’ berhasil menumpas penjajah meski hanya menggunakan bambu runcing. Itu terjadi pada 10 November 1945, makanya 10 November sekarang dirayakan sebagai Hari Pahlawan,” kisahnya, para siswa mendengarkan dongeng keindonesiaan itu sambil mencatat di bukunya.
“Bambu runcing ini dibuat karena terbatasnya senjata modern kala itu. Tapi dengan pertolongan Allah SWT dan dengan semangat para prajurit dan warga sipil Indonesia akhirnya Indonesia berhasil menumpas penjajah. Dulu arek Suroboyo punya semangat Merdeka atau mati. Itu saja,” pungkas Caleg DPRD Jawa Timur dapil Surabaya utusan Muhammadiyah Kota Surabaya itu. (mul)