Oleh: Erfin Walida R., S.Pd.I. (Guru Mudipat dan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur)
Agustus 2024 lalu, Badan Standar Kurikulum dan Satuan Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) Republik Indonesia meluncurkan panduan Pendidikan Perubahan Iklim. Panduan ini mengimbau satuan pendidikan untuk menginternalisasikan pendidikan tangguh iklim sesuai kebutuhan masing-masing. Sebagaimana yang dilakukan SD Muhammadiyah 4 (Mudipat) Pucang Surabaya yang menanamkan paradigma sirkular dalam pembelajaran.
Sejak resmi menjadi sekolah sirkular di tahun 2022, pimpinan SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya memiliki tugas baru yakni mengedukasi guru dan tenaga pendidikan terkait paradigma sirkular. Paradigma sirkular menekankan pada praktik-praktik berkelanjutan. Secara sederhana ekonomi sirkular dapat dipahami sebagai praktik-praktik mengurangi (reduce) konsumsi bahan baku atau mentah melalui memikirkan ulang (rethink) perancangan produk yang bisa didaur ulang setelah dipakai (reuse), memperpanjang usia produk dengan mengoptimalkan prinsip pemeliharaan dan reparasi (repair), menggunakan bahan-bahan yang mudah di-recycle, dan mengembalikan bahan-bahan baku dari alur pembuangan (van Buren et al., 2016).
Apa yang dilakukan SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya ini sejalan dengan amanat Kemendikbudristek untuk memasukkan isu perubahan iklim dalam Kurikulum Satuan Pendidikan (KSP). Aksi iklim yang dipilih oleh sekolah adalah membangun paradigma sirkular yang tangguh iklim melalui beberapa program dan kegiatan.
Seperti merancang kurikulum sekolah sirkular dengan visi terbentuknya kader tangguh iklim untuk kelas 6, membangun budaya 5R, mengintegrasikan paendidikan perubahan iklim dalam semua pembelajaran di kelas termasuk mata pelajaran agama Islam, juga menjadikan tangguh iklim sebagai salah satu tujuan setiap kegiatan kurikuler, intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler.
Sebagaimana kegiatan kokurikuler Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) kelas VI tahun 2024 ini didesain bertujuan untuk mencetak pemimpin muslim tangguh iklim. Sehingga kegiatan LDK dirancang dengan tujuan membangun budaya tangguh iklim.
Bentuk aksi budaya tangguh iklim dalam kegiatan LDK SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya ini terbagi menjadi beberapa kegiatan. Pertama, memasukkan materi keislaman bertajuk Muhammadiyah dan Lingkungan (rethink). Pemateri mengajak siswa merenungkan tugas manusia diciptakan di bumi untuk saling menjaga antar makluk, termasuk alam. Mengeksploitasi alam berarti mengingkari amanah Tuhan yang mempercarayai manusia sebagai khalifah.
Selain itu, dalam materi solving problems, salah satu topik diskusinya terkait masalah perubahan iklim, penyebab, dan solusinya. Setiap kelompok mendapat satu permasalahan. Siswa berdiskusi secara aktif didampingi oleh guru. Setelah diskusi, semua siswa menuangkan hasil diskusinya berupa peta pikiran (mind map). Seluruh siswa pun mendapat kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya pada kelompok lainnya.
Presentasi hasil diskusi ini menghasilkan beberapa pengetahuan baru bagi siswa. Beberapa siswa baru mengetahui bahwa menanam pohon di depan rumah dan sekolah juga termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Mereka pun mulai bertekad mengurangi penggunaan tas plastik sekali pakai dan membawa tas kain setiap ingin berbelanja.
Kuliah tujuh menit (kultum) setelah salat juga beberapa bertema lingkungan. Manusia dalam agama Islam mempunyai amanah amanah khalifah fil ardh (pemimpin di bumi) yang berkewajiban menjaga bumi dari kerusakan (QS Al-A’raf: 56). Kultum ini menyampaikan pesan agama yang senantiasa menanamkan nilai-nilai kebaikan. Salah satu nilai kebaikan tersebut adalah menjaga lingkungan.
Kedua, panitia menyediakan makanan prasmanan selama kegiatan untuk mengurangi (reduce) penggunaan kotak makan sekali pakai. Panitia menyediakan alat makan yang bisa digunakan kembali. Siswa juga mengambil makanannya sendiri agar mengurangi pembuangan sampah organik yang tidak bertanggungjawab.
Kegiatan out bond kepemimpinan juga menggunakan peralatan yang sudah ada agar mengurangi pembelian barang yang berlebihan. Seperti permainan estafet sarung yang menggunakan sarung milik siswa. Game memasukkan pensil dalam botol pun menggunakan pensil milik siswa dan botol bekas yang ada.
Ketiga, terdapat beberapa poin dalam kontrak belajar yang membiasakan budaya tangguh iklim. Seperti kesepakatan untuk membawa tumbler selama kegiatan untuk mengurangi botol sekali pakai (reuse). Kesepakatan yang lain adalah mengambil makanan secukupnya dan bertanggungjawab den gan cara menghabiskan makanan yang diambil. Semua siswa wajib makan makanan bergizi yang telah panitia siapkan. Tidak diperkenankan makan makanan yang tidak bergizi selama kegiatan.
Keempat, beberapa siswa yang terpaksa menggunakan botol air sekali pakai karena lupa membawa tumbler harus bertanggungjawab mengumpulkan botolnya dan membawa kembali ke sekolah untuk di-recycle.
Kelima, repair. Dalam kultum juga menyampaikan untuk tidak malu menggunakan barang dalam waktu yang lama. Sebagai contoh khalifah Umar bin Khattab yang menjahit bajunya berkali-kali sampai beberapa jahitan. Itu merupakan bentuk kesederhanaan dan membiasakan budaya reuse dan repair.
Kegiatan LDK untuk kelas VI SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya bertujuan membangun budaya tangguh iklim. Pembiasaan siswa melakukan mitigasi dan adaptasi dalam keseharian setelah LDK merupakan indikator keberhasilan acara tersebut. Hasil asesmen menunjukkan bahwa 92% siswa mulai paham tentang perubahan iklim dan dampaknya. Artinya terdapat kenaikan sebesar 34% dari sebelum LDK.
Sedangkan siswa yang sudah terbiasa melakukan budaya tangguh iklim dan melakukan mitigasi serta adaptasi setelah LDK adalah 96% dari yang sebelumnya 80%. Data tersebut menunjukkan bahwa pembiasaan tangguh iklim dalam kegiatan LDK berhasil memberikan dampak untuk pengetahuan dan sikap siswa dalam melakukan mitigasi dan adaptasi dalam rangka menghadapi krisis iklim yang terjadi.
Praktik baik berupa implementasi budaya tangguh iklim dalam kegiatan LDK di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya ini akan senantiasa dilanjutkan. Saran untuk guru dan sekolah lain yang sedang membangun budaya tangguh iklim dapat meniru dan menjalankan aksi serupa dengan menyesuaikan situasi dan kondisi sekolahnya.