MUDIPAT.CO-Koperasi Syariah Asy Syams melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) di Auditorium Din Syamsuddin, Sabtu (1/5/2021). RAT tahun ini mengambil tema “Bermuamalah Menguatkan Maslahah, Berniaga Membangun Sejahtera. Berbeda dengan dengan tahun-tahun sebelumnya, RAT tahun ini mendatangkan Iman Supriyono, Consultan Senior SNF Consulting untuk memberikan motivasi bisnis kepada guru dan karyawan Mudipat yang hadir.
Alumnus Departemen Teknik Mesin ITS ini mengatakan era ekonomi modern adalah era ekonomi berjamaah. Bisnis yang dijalankan secara perorangan lama kelamaan akan mati atau kalah bersaing dengan bisnis yang dijalankan secara berjamaah atau istilahnya bisnis korporasi.
“Dulu kita beli obat di Apotek Seger Waras misalnya, tapi itu lama kelamaan akan kalah bersaing dengan Apotek K-24 atau jaringan apotek lainnya. Lalu kita beli kebutuhan sehari-hari di toko Pak Jo misalnya, toko itu lama kelamaan juga akan kalah bersaing dengan jaringan toko Indomart atau Alfamart. Nah, kalau bisnis masih berpikir perorangan lama kelamaan akan habis kalah bersaing dengan bisnis korporasi,” katanya.
Iman menambahkan produk akan lebih dikenal atau disenangi jika memiliki merek. “Gula pasir merek Gulaku misalnya, akan lebih disenangi masyarakat daripada gula pasir tanpa merek meskipun kualitasnya sama. Merek itu bisa menjadikan produk yang semula biasa menjadi luar biasa,” katanya.
Ketika menjalankan bisnis, dia melanjutkan, diupayakan harus mencapai delapan tahapan. Tahapan yang pertama adalah proses pendiriannya, yakni ditandai dengan pendiri yang melegalkan bisnisnya secara hukum dan mulai membangun visi, misi, serta produknya. “Intinya proses legalitas dan kejelasan bisnis tersebut ada di tahapan ini,” kata Iman.
Tahapan yang kedua adalah kerugian. Menurut pengarang Buku Guru Goblok Ketemu Murid Goblok ini, kebanyakan bisnis yang baru dirintis akan melewati tahapan ini terlebih dahulu. Kemudian, tahapan selanjutnya adalah Break Even Point (BEP), yakni pendapatan yang dimiliki sama dengan modal yang dikeluarkan. “Jadi pada BEP ini tidak terjadi kerugian ataupun keuntungan dari bisnis yang dijalani,” lanjutnya.
Iman juga menerangkan tahap keempat yaitu bisnis yang sudah mendapatkan keuntungan atau laba. Di tahap ini bisa saja terjadi persimpangan jalan. “Di saat bisnis mendapatkan laba, jangan hanya dibelikan mobil misalnya atau merenovasi rumah, tapi juga menggunakan laba untuk pengembangan bisnis
“Ketika bisnis mendapatkan laba, kemudian menggunakan laba itu hanya untuk kebutuhan tidak produktif, bisnis bisa berhenti, kebanyakan bisnis berhenti pada tahapan ini,” tegasnya.
Pada tahap kelima, Iman mengungkapkan bahwa bisnis yang dijalankan sudah mendapatkan keuntungan yang dapat diperkirakan. Pebisnis juga sudah mengetahui pola bisnis yang diperlukan supaya produk bisa terjual dengan cepat dan tepat. “Intinya di tahapan ini sudah tahu apa yang perlu dan yang tidak perlu dilakukan,” urai pria yang juga Wakil Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur ini.
Tahapan yang keenam adalah scale up atau melakukan ekspansi dengan biaya lima kali dari laba yang dimiliki, karena diharapkan akan terjadi peningkatan bisnis yang pesat. Proses scale up dapat dilakukan dengan dua cara. Bisa melalui proses organik seperti membeli asset untuk dijalankan sendiri dari nol atau bisa juga mengakuisisi produk lain yang biasa disebut anorganik.
Kemudian tahap ketujuh, bisnis yang dijalankan tentunya akan membutuhkan banyak sumber daya manusia. Di tahap ini, bisnis harus dijalankan dengan sistem manajemen dan tata kelola yang bagus. Pada tahapan kedelapan, perusahaan tidak lagi memegang saham pengendali serta menguasai lebih dari 100 negara. “Hal ini supaya kontribusi setiap negara pada omzet perusahaan tidak lebih dari 1 persen,” ungkap Iman.
Iman mengatakan bahwa delapan tahapan dalam siklus pengembangan bisnis ini merupakan rumus umum, sehingga tidak harus berpatokan pada tahapan-tahapan tersebut. Iman juga berharap bisnis-bisnis yang dijalankan bisa berkembang sampai ke tahapan terakhir. (Anang)