MUDIPAT.CO – Kajian tafsir kali ini masih mengupas Surat Al Maidah, yaitu ayat 45, Jumat (15/9/2023). Terjemahan dari ayat tersebut adalah: “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama). Barangsiapa melepaskan (hak qisas) nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.”
Dr. K.H. M. Sholihin, S.Ag, MPSDM sebagai pemateri dari kajian ini menjelaskan, ayat 45 menjabarkan tentang undang-undang Allah yang telah ditetapkan dalam Kitab Taurat. Nyawa dibalas dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka ada qisas-nya (balasan yang sama).
Hal ini menurut Ustadz Sholihin menandakan, sebagai umat Islam kita harus meyakini segala perbuatan yang kita lakukan ada balasanya. Kebaikan yang kita lakukan akan dibalas kebaikan oleh Allah. Sebaliknya, bila mendapat kejelekan atau kejahatan dari orang lain, maka jangan kita yang membalas. “Pasti Allah yang akan membalasnya,” tegasnya.
Maka apabila seseorang melepas qisas, lanjutnya, itu merupakan bentuk pengampunan. Yakin, Allah yang akan membalas. Oleh Karena itu orang yang melepas qisas maka jaminannya adalah surga. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ali Imran ayat 134.
Ada tiga golongan orang yang akan dimasukan surga. Pertama, orang yang rajin berinfaq, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Berinfaq tidak harus berupa uang, tapi bisa berupa ilmu, waktu, dan tenaga untuk kemaslahatan. Kedua, orang yang bisa mengendalikan emosi. “Mengendalikan emosi itu berat. Bila diganggu atau ada yang menyakiti hati kita, kita tidak marah dan selalu bersabar,” ungkapnya.
Sedangkan ketiga adalah orang yang mau memaafkan kesalahan orang. Ia menjelaskan memaafkan itu ada jenjangnya, yaitu memaafkan pasangan kita. Suami- istri saling memberi maaf saat berbuat kesalahan. “Biasanya suami-istri sering kali tidak mau saling memberi maaf, karena gengsi,” ia mencontohkan.
Selanjutnya, memaafkan kesalahan anak. Terkadang keinginan anak sering tidak sejalan orang tua. Karena itu sering tidak sejalan, terkadang juga cek cok. Oleh karena itu orang tua harusnya selalu memaafkan kesalahan anaknya. Ridhallahi fi ridhal walidain, wa sukhthullahi fi sukhthil walidain.
“Banyak anak sukses karena memiliki orang tua yang pemaaf, mereka ridho pada anak-anaknya,” paparnya.
Berikutnya adalah memaafkan tetangga. Kalau kita sudah baik terhadap ketiga golongan orang ini, maka kita bisa disebut orang baik. Karena mereka orang yang paling dekat dengan kita.Ustadz Sholihin pun menegaskan kembali, semua yang terjadi sudah ada aturan yang ditetapkan Allah.
Orang yang hidupnya tidak berdasar pada ketentuan dan ketetapan Allah, pasti hidupnya tidak akan bahagia, bahkan tidak akan selamat dunia akhirat.Oleh karena itu menurutnya, orang beragama itu bukan hanya memperbaiki hubungan dengan Allah saja, tapi juga memperbaiki hubungan dengan sesama manusia.
“Tidak benar jika ada orang yang bertasawuf pada Allah tapi malah menjauhkan diri dari manusia. Menepi ke gua-gua, atau gunung-gunung hanya untuk bisa mendekatkan diri pada Allah,” ucapnya.
Ia lantas menjabarkan tasawuf yang ada dalam Muhammadiyah. Pertama, Tasawuf akhlaqi. Tasawuf dengan memperbaiki akhlak. Kedua, tasawuf ihsani, etos kerja. Bekerja dengan sungguh-sungguh agar mencapai tujuan yang diharapkan. Ketiga, tasawuf ijtima’i, sosial. “Muhammadiyah berada di tengah-tengah masyarakat, membantu menyelesaikan masalah yang ada dalam masyarakat.” tegasnya. (Muhimmatul Azizah)