MUDIPAT.CO – Mantan Kepala SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya (Mudipat) Drs Djoko Purwantoro, menjabat periode 1984-2001, akhirnya memenuhi panggilan Sang Khalik Allah SWT, Kamis pagi lalu (24 Juni 2021). Keluarga besar, saudara, sahabat, sejawat di Mudipat merasa kehilangan guru dan pemimpin yang rendah hati tersebut.
Novita Utami SPd, Kepala Humas Mudipat yang sekaligus keponakan almarhum menceritakan, Ustadz Djoko Purwantoro meninggal dalam usia 73 tahun. Beliau meninggalkan istri, Siti Sulastri dan 5 orang anak serta beberapa cucu. Yang memilukan adalah vonis dokter untuk akhir hayatnya, yakni dinyatakan terkena Covid-19. Kemudian beliau dimakamkan di TPU Keputih Surabaya dengan protokol covid.
Sebenarnya Usadz Djoko Purwantoro mulai sakit sejak sekitar Desember 2008. Sakit yang didera adalah serangan stroke pertama. Namun beliau tidak pernah menghentikan langkahnya untuk berkegiatan. Bahkan masih sering menghadiri acara-acara penting yang diselenggarakan Mudipat. Terakhir beliau masih menghadiri Pengajian Umum Mudipat menghadirkan Prof. Din Syamsuddin, 7 April 2018. Juga beliau masih hadiri di acara halal bi halal Mudipat 2017.
Beliau masih aktif di banyak agenda. Beliau untuk tetap aktif di persyarikatan Muhammadiyah maupun mengembangkan dakwah Islam di sekitar tempat tinggalnya.
“Beliau pernah menjadi ketua takmir masjid Annur Rewwin,” terang Novita.
Kemudian menjelang wafat, Ustadz Djoko Purwantoro mengalami serangan stroke lagi sekitar 2 Minggu sebelum kepergiannya. Keluarga membawa ke RSI Jemursari untuk mendapatkan perawatan. Di awal masuk RS hasil tes PCR covid-19, negative. Kaenanya beliu dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi setelah 5 hari hasil tes swap dinyatakan positif covid.
“Oleh sebab itu beliau dipindahkan ke ruang isolasi sampai pada kepergian beliau menghadap Sang Khalik,” kisah ustadzah Novita.
Ustadz Djoko Purwantoro di mata kelaurga besar adalah sosok yang bersahaja. Di saat sakit beliau tetap saja mengindahkan panggilan Allah untuk berjamah di masjid.
“Yang paling membekas bagi kami keluarganya adalah beliau tidak pernah meninggalkan sholat jamaah. Beliau selalu berusaha untuk hadir ke masjid di awal waktu, bahkan sampai di akhir hayat beliu begitu. Beliau akan berangkat ke masjid 30 menit sampai 1 jam sebelum adzan dikumandangkan dengan berjalan kaki, beliau jarang mau diantar dengan kendaraan,” tambahnya.
Ustadz Djoko Purwantoro sampai akhir hayatnya terkenang sosok yang kuat cintanya kepada Allah dan rasulnya. Ramadhan tahun ini, selain 5 waktu beliau juga berusaha untuk bisa i’tikaf di masjid di malam hari setelah sholat tarawih.
“Beliau bagi kami adalah bapak, guru, yang penyayang. Beliau juga panutan bagi saya sebagai guru serta dalam aktivitas saya sebagai kader persyarikatan Muhammadiyah,” pungkas Novita. (mul)